NOSTALGIA MENONTON DI BIOSKOP PINGGIRAN MAKASSAR

Sejak menjadi kontributor konten di Yahoo OMG Indonesia khususnya mengenai resensi film, kenangan saya kerap melayang pada kegemaran menonton film di masa lalu. Sekitar 20 tahun silam, di kota Makassar. Pengalaman yang tak terlupakan dan senantiasa menjadi memori indah yang membuat saya tersenyum sendiri bahkan tertawa kecil saat mengenangnya.

Setiap kali menerima honorarium penulisan dari artikel yang saya tulis di Media Kampus atau Suratkabar lokal di Makassar saya senantiasa menyisihkan uang yang tak seberapa besar jumlahnya itu untuk “memanjakan diri” menonton film di Bioskop-Bioskop pinggiran yang ketika itu ramai bertebaran di kota Makassar.  Belum ada VCD /DVD Player yang begitu marak saat ini, justru Laser Disc Player dengan keping cakram besar atau video player VHS/Betamax yang menjadi sarana hiburan visual non bioskop dan hanya dimiliki oleh segelintir orang karena harganya masih cukup mahal. Nikmat sekali merasakan hasil jerih payah sendiri sembari menonton film-film favorit.

Perkenalan awal saya dengan bioskop dimulai ketika saya dan keluarga masih berada di Bone-Bone, sebuah desa di Kab.Luwu yang berjarak sekitar 500 km dari Makassar tahun 1980-an.  Bioskop MURNI  adalah bioskop favorit masyarakat disana yang memang haus akan hiburan. Biasanya, hampir setiap malam minggu pada awal bulan (jika cuaca cerah), kami sekeluarga menonton ramai-ramai kesana.  Saya masih ingat betul mobil pick-up promosi bioskop MURNI berputar-putar di desa kecil itu memberikan informasi film yang sedang diputar melalui speaker TOA secara berisik dan provokatif disertai lagu-lagu dangdut memekakkan telinga. “Saksikanlah! Banjirilah! Film Hebat Sepanjang Masa : SATRIA BERGITAR yang dibintangi oleh Haji Rhoma Irama, Hanya di Bioskop MURNI.  Jangan sampai ketinggalan dan anda akan menyesal seumur hidup!”. Demikian kira-kira suara sang announcer yang sudah parau ketika mengumumkan film terbaru di bioskop mereka. Biasanya saya bersama teman-teman kecil saya, berdiri di pinggir pagar menyaksikan mobil heboh itu lewat didepan rumah. Kami ikut berteriak-teriak senang.

Film-film Rhoma Irama atau Film India memang paling sering diputar di Bioskop Murni. Ayah dan ibu saya sangat menggemari film India. Bila kami sekeluarga menonton, adegan favorit saya adalah adegan nyanyi dan menari yang mewarnai hampir separuh film. Dengan harga tiket yang terjangkau kami bisa mendapatkan hiburan memadai di bioskop yang berjarak 200 meter dari rumah kami itu. Cemilan selama menonton adalah kacang rebus atau kacang goreng dan untuk minumnya, ibu sudah menyediakan bekal dari rumah. Saat menonton kami selalu menggunakan pakaian terbaik kami, layaknya sedang pergi kondangan. Saya sangat menikmati saat-saat kebersamaan keluarga saat kami berangkat dan pulang dari bioskop yang dindingnya hanya terbuat dari papan kayu itu sambil berjalan kaki. Baik saat pulang maupun pergi kami selalu beriringan bersama rombongan para penonton Bioskop Murni. Ayah dan ibu masing-masing menggendong kedua adik perempuan saya yang sudah lelap tertidur, sementara saya menggandeng adik saya Budi yang terkantuk-kantuk sepanjang perjalanan kembali ke rumah.

Ketika mahasiswa, hobi menonton tersebut saya teruskan. Sekitar tahun 1990-an, bioskop-bioskop di Makassar sudah cukup marak. Ketika itu bioskop kategori kelas atas (kursi empuk dan nyaman, AC serta suara dolby stereo) seperti Studio 21 (kini sudah jadi warung cepat saji KFC) dan Makassar Theater bukan merupakan pilihan utama saya. Bioskop-bioskop tadi akan saya pilih ketika menerima honor penulisan yang cukup besar dari media nasional.  Tiket masuk sebesar Rp 5000 cukup besar buat saya untuk menonton di bioskop elite itu.

Pilihan menonton di bioskop kategori sedang dan bawah cukup banyak. Untuk kategori sedang ada bioskop ARINI, ISTANA, BENTENG, ARTIS, PARAMOUNT, DEWI harga karcisnya berada di kisaran Rp 2,500-Rp 3,500 sementara untuk kategori bawah ada bioskop APOLLO dan JAYA dengan harga karcis Rp 1,000-Rp 1,500.  Bila ada film favorit saya sedang diputar di bioskop “kelas atas” dan kebetulan tidak memiliki uang untuk menonton, saya akan bersabar menunggu hingga film itu “turun” ke bioskop kategori bawahnya sekitar 2 minggu atau sebulan kemudian.

Saya sangat menggemari film-film Hollywood dan kungfu. Aktor-aktor laga Hollywood seperti Silvester Stallone, Arnold Schwarzenegger atau Bruce Willis dan para Pendekar cina seperti Jet Li atau Jackie Chan senantiasa menjadi bintang-bintang favorit utama saya.  Karena rumah saya cukup jauh dari Makassar (sekitar 40 km), saya memilih menonton pada jam pertunjukan siang seusai kuliah.

Menonton di bioskop kelas menengah selalu menjadi prioritas saya. Paling tidak, meski suaranya tidak menggelegar dan AC-nya tidak terlalu dingin, saya masih bisa menikmati sajian filmnya. Yang penting pas di kantong, nyaman dimata dan tentu hati jadi ikut terhibur, jadi tak masalah!.

Suatu ketika seorang kawan mengajak saya untuk menjajal pengalaman baru : Menonton di Bioskop kelas bawah. Semula saya menolak mentah-mentah. Bukan apa-apa, bagaimana mungkin saya bisa menikmati film di bioskop yang panas, pengap dengan tempat duduk berupa bangku panjang ditemani kecoak, nyamuk dan kutu busuk?. Belum lagi penontonnya lebih banyak tukang becak atau sopir pete-pete (angkot). Kawan saya tidak menyerah. Ia menyatakan kita akan menikmati pengalaman baru yang sangat berbeda ketika nonton di bioskop-bioskop paling mahal sekalipun di Makassar. Syaratnya : Pakai Topi dan kacamata hitam, untuk melindungi reputasi. Saya tertawa kencang.

Tapi bolehlah, ini sebuah ajakan yang luar biasa menantang dan menguji adrenalin. Saya akhirnya menerima ajakan itu tentu dengan memenuhi segala syarat tadi.

“Eitss..jangan lupa, bawa minyak tawon ya?” kata kawan saya tiba-tiba mengingatkan.

“Minyak tawon? Untuk apa?” saya balas bertanya. Imajinasi saya mendadak sudah terbawa kemana-mana misalnya apakah sambil nonton akan dapat fasilitas pijat juga?. Kenapa harus membawa minyak urut legendaris Makassar itu?

Kawan saya tertawa geli.

“Disana banyak nyamuk. Jadi olesi dulu lenganmu dengan minyak tawon supaya tidak digigit nyamuk,” kata kawan saya menjelaskan. Rupanya minyak tawon berfungsi sama dengan “Autan” (lotion anti nyamuk) saat ini.

Dan begitulah.

Dihari yang sudah ditentukan saya bersiap-siap menikmati pengalaman baru itu. Turun dari Pete-Pete, kawan saya menyuruh untuk membenamkan topi saya dalam-dalam menutupi wajah. Sampailah kami didepan bioskop JAYA di Jalan Gunung Bulusaraung, pertunjukan film dimulai pukul 14.30 dan tinggal 30 menit lagi. Jantung saya berdebar-debar. Setelah menengok kiri kanan, kami berdua menyeberang dengan setengah berlari. Saya ikut-ikutan dibelakang teman saya yang sesekali menempelkan telunjuknya di bibir meminta saya untuk diam, jangan banyak bertanya.

Setelah membayar karcis sebesar Rp 1000/orang, kami memasuki bioskop.

“Pokoknya jangan pusingkan judul film-nya apa, yang penting nonton saja dan nikmati, juga jangan lupa: Jangan lepas topi selama menonton, kalau kacamata boleh saja dilepas,” kata kawan saya dengan gaya ala bos besar. Saya hanya mengangguk-angguk mengerti (tapi sebenarnya bingung)

Benar saja, memasuki area bioskop, suasana terasa begitu pengap. Meski langit-langitnya cukup tinggi, tetap saja suasana bau apek begitu terasa. Kursi penonton berupa bangku-bangku rotan berwarna kusam sementara sebagai “pendingin ruangan” beberapa kipas angin dengan suara berderit-derit dipasang di beberapa dinding atas bioskop. Asap rokok mulai terlihat mengepul-ngepul dari beberapa penonton. Semakin membuat suasana jadi tidak nyaman.  Jantung saya kian berdegup kencang ketika menyadari banyak penonton di bioskop itu juga pakai topi seperti saya. Demi reputasi, saya menggumam pelan. Tetap bingung.

“Sstt.. pake minyak tawon, film mau diputar sebentar lagi,” kata kawan saya pelan, saat kami sudah memperoleh nomor bangku kami. Saat mengoleskan minyak tawon di lengan, saya baru menyadari, ternyata banyak penonton lain melakukan hal serupa. Bau minyak tawon mendadak meruap di udara. Alhasil, saya tak dapat menahan tawa. Benar-benar sebuah prosesi menonton yang unik!.

Tiba-tiba punggung saya dicolek seseorang.

“Eh, kamu nonton disini juga ya?”, terdengar suara yang cukup saya kenal dari arah kebelakang.

Saya menoleh. Dan dibelakang saya, dibawah topinya, saya mengenali wajahnya : dia adalah rekan sesama aktifis kampus Unhas yang terkenal keras dan militan.

“Hehehe…iya nih. Ketahuan yaa..sering nonton disini,” kata saya menggoda.

Dia terkekeh. Dan buru-buru menempelkan telunjuknya di bibir. “Rahasia ya, tahu sama tahu, kita saling menjaga reputasi,” bisiknya pelan. Kami berdua tertawa renyah.

Film dimulai. Mengisahkan petualangan seorang koboi yang akan membasmi penguasa kota lalim yang menindas seluruh warga kota. Seru juga terutama adegan tembak-tembakan. Saya mulai menikmatinya.

Tiba-tiba layar gelap dan adegan film berganti. Bukan film koboi lagi tapi film semi porno yang menampilkan adegan dua insan berlainan jenis bermain cinta. Mesra sekali dan nyaris tanpa sehelai benangpun ditubuhnya. Film ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan film sebelumnya. Saya tersentak kaget. Dan spontan menutup kedua mata saya sembari berulang kali mengucap Astaghfirullah, Mohon Ampun pada Yang Maha Kuasa. Saya seperti sudah melakukan sebuah dosa sangat besar.  Kawan saya disamping menoleh dan tersenyum penuh kemenangan. “Ini dia bagian pentingnya!”, katanya disela-sela tawanya.

Saya membenamkan topi dalam-dalam dan menutup kuping. Kacamatapun segera saya pakai. Dalam hati saya mengutuk habis-habisan kawan saya yang sudah menjerumuskan saya ke lembah nista, menonton film seperti ini. Tanpa menunggu waktu lama, saya berdiri dan keluar dari bioskop dengan bersungut-sungut. Kawan saya tetap di bioskop menikmati sisa film, membiarkan saya seorang diri pergi. Betapa dongkol hati saya ketika itu. Saya berjanji dalam hati itu adalah pengalaman saya menonton pertama kali dan terakhir di bioskop JAYA. Belakangan saya tahu, adalah sebuah hal yang biasa, film-film semi porno disisipkan di bioskop tersebut untuk menambah “daya jual”-nya. Biasanya sekitar 5 menit adegan “yang tak ada hubungan”-nya dengan film yang diputar itu disajikan.

Ketika pulang ke Makassar beberapa kali, saya sempat menapak tilas bekas-bekas bioskop “jajahan” saya 20 tahun lalu itu. Semuanya sudah tidak ada lagi. Bioskop BENTENG di Jl.Penghibur berubah fungsi menjadi Colors Club Cafe, Bioskop ARINI di Jl.Rusa sudah menjelma menjadi Showroom Meubel, Bioskop ARTIS di Jl.Gunung Lompobattang sudah menjadi pusat pertokoan, Bioskop ISTANA di jalan Sultan Hasanuddin sudah menjadi Ruko. Nasib bioskop “minyak tawon” JAYA juga sama, ia  sudah menjelma menjadi Ruko.

Semakin meluasnya bioskop-bioskop berteknologi tinggi yang mampu memberikan kenyamanan mewah dan eksklusif pada penontonnya, merebaknya peredaran VCD dan DVD Bajakan serta semakin berkembangnya teknologi 3D untuk piranti visual di rumah membuat bioskop-bioskop pinggiran kian tergerus dan akhirnya mati. Kendati demikian, kenangan dan nostalgia yang pernah saya alami menjadi memori indah yang senantiasa saya simpan dengan baik dalam hati.

PUISI : KOTA KECIL DAN KEHENINGAN ITU

Senyap yang menggantung pada kelam kota kecil kita

Adalah desah nafas rindu yang kita tiupkan perlahan

pada langit, bulan separuh purnama, rerumputan pekarangan dan

desir angin yang mengalir lembut menerpa

pipimu yang telah basah oleh airmata

“Kesepian yang menyesakkan, ” katamu pilu.

Jawaban atas segala pertanyaanmu tak jua ditemukan

bagaikan kumbang merahasiakan makna dengungnya pada putik bunga,

Semua yang ada tak akan menjelaskan apapun

termasuk kehadiran kita di kota ini

tempat kita menganyam angan dan harapan

Kenangan itu akan kita kekalkan, mengukirnya di jagad hati dan

merangkai segala impian absurd seraya mengucap lirih namamu, namaku,

Dalam keheningan yang menikam

Di Kota kecil kita..

Cikarang, 3012011



YANG “MELENGKING” DARI BLOGWALKING (41)

1. Buku Gratis ? Beli Dunks!

Sebuah tulisan menarik dari mbak Risa Amrikasari (penulis buku Especially for You) yang menggugah apresiasi para calon pembaca buku untuk lebih menghargai kerja keras penulis menghasilkan karya dengan membeli buku yang dihasilkan. Dalam tulisan tersebut, Risa menulis secara kritis dan tajam:

Harus disadari, sebuah buku adalah hasil karya intelektual seseorang yang dihasilkan dengan susah payah. Itu sebabnya tak semua orang bisa membuat buku. Tetapi buku itu menjadi kehilangan nilainya saat seseorang yang tak paham bahwa sebuah buku adalah hasil kerja keras seseorang yang tak pantas dianggap remeh dengan cara tak rela mengeluarkan uang untuk membelinya. Ini menyedihkan.

2. Ada saya di Annida Online !


Minggu lalu, seorang reporter Annida Online menghubungi saya via message di Facebook untuk melakukan wawancara seputar penerbitan buku terbaru saya, Narsis (Narasi Romantis). Dan hari ini, hasil wawancaranya sudah bisa anda baca di Annida Online. Thanks ya Annida!

3. Belajar secara Digital di Dunia Belajar !

Sejak 2 minggu silam, kedua anak saya, Rizky dan Alya, sangat antusias mempelajari dan melatih soal-soal pelajaran sekolah yang berada di situs http://www.duniabelajar.com. Situs ini merupakan Pusat Pendidikan Online dan Permainan Interaktif Pendidikan sebagai wahana untuk membantu masyarakat agar lebih mencintai dan peduli terhadap pendidikan sesuai dengan Kurikulum 2004 Berbasis Kompetensi.. Jadi tidak hanya murid-murid saja, pihak tenaga pengajarpun disediakan sarana untuk belajar disini lewat internet dan bisa diakses dari mana saja. Sebuah terobosan baru dunia belajar secara digital yang layak diapresiasi.

KABAR AWAL TAHUN YANG MEMBAHAGIAKAN

Sebuah kabar bahagia tiba di akhir minggu ketiga bulan Januari. Kabar yang membuat saya sempat terpana tak percaya. Ya, saya bersama 3 orang blogger lainnya berkesempatan jalan-jalan gratis ke Hongkong Disneyland tanggal 18-21 Maret 2011. Selain jalan-jalan, kami juga diminta untuk membuat tulisan terkait mengenai tempat yang akan kami kunjungi itu. Kegiatan ini  dimediasi oleh IDBlognetwork, sebuah perusahaan (didirikan 1 agustus 2010), yang menfasilitasi Advertiser/brand untuk melakukan kampanye marketing digital melalui jaringan blogger Indonesia. Ada 17 nominasi blog yang disiapkan oleh IDBlognetwork dan akhirnya atas pertimbangan tertentu, dipilih 4 blog yang beruntung mendapatkan kesempatan berharga itu, yakni blog saya, Jalan-Jalan Yuk.com, Benny Chandra.com dan Traveling.Setyobudianto.com

Bagi saya, inilah sebuah berkah luar biasa dari aktivitas ngeblog saya yang sudah saya geluti sejak tahun 2003. Kegemaran saya menulis sejak mahasiswa mendapatkan wadah yang memungkinkan saya tidak sekedar menyalurkan hobi dan ekspresi tapi lebih dari itu, pola interaksi kolegial antara saya bersama pembaca blog menjadi nilai tambah berharga. Sejumlah pengalaman yang saya alami membuktikan, bahwa ngeblog tidak sekedar hanya sebuah aktivitas menulis, spirit berbagi dan interaksi yang terkandung didalamnya menjadi energi luar biasa yang mendatangkan berbagai macam keajaiban tak terduga, Dan kini, keajaiban baru saya temukan: kesempatan berwisata ke Hongkong secara gratis, dengan ngeblog.

Terimakasih IDBlognetwork atas kesempatan yang sudah diberikan. Insya Allah saya akan menggunakan momen ini sebaik-baiknya sebagai sebuah pengalaman tak terlupakan seumur hidup.

Hongkong, I’m coming !  🙂

TAHUN HUTAN INTERNASIONAL DAN NASIB HUTAN MANGROVE KITA

Jika pada tahun silam, oleh PBB ditetapkan menjadi tahun keanekaragaman hayati Internasional, maka pada tahun 2011 ini, dicanangkan sebagai tahun hutan Internasional.  Seperti dikutip dari situs National Geographic Indonesia, “2011 harus jadi tahun bagi dunia untuk menyadari pentingnya hutan bagi kehidupan di Bumi, untuk orang dan keanekaragaman hayati,” kata Julia Marton-Lefèvre, direktur IUCN.

Dengan menyelamatkan hutan, bukan hanya keragaman satwa yang terpelihara, ada tujuan besar lain yang akan dicapai. Tujuan tersebut adalah mengurangi kemiskinan, menekan laju perubahan iklim, serta mempertahankan laju perkembangan, Demikian tertera pada pernyataan International Union for Conservation of Nature (IUCN). Pada tahun 2011, IUCN berencana menghasilkan temuan baru dari berbagai penelitian, mempromosikan restorasi, dan melanjutkan agenda REDD+ yang sudah berjalan pada tahun 2010.

Terkait dengan pencanangan Tahun Hutan Internasional 2011, menarik untuk dibahas mengenai nasib Hutan Mangrove atau Hutan Bakau kita saat ini yang semakin hari kian menyusut kapasitasnya.  Sebagai gambaran (dikutip dari tulisan Harry Jusron Harian Investor Daily, 22 April 2009), Pada tahun 1997 saja luas hutan Mangrove  di Pulau Jawa sudah tinggal 19.077 Ha saja. Penyusutan terbesar terjadi di Jawa Timur, dari luasan 57.500 Ha menjadi hanya 500 Ha (8%), kemudian di Jawa Barat dari 66.500 Ha tinggal 5000 Ha. Sedangkan di Jawa Tengah, tinggal 13.577 Ha dari 46.500 ha (tinggal 29%).

Lantas bagaimana nasib Hutan Mangrove di Bekasi dan Jakarta?. Nasibnya tak kalah memprihatinkan. Dari berita di Tempointeraktif 4 April 2008, Hutan mangrove atau bakau di wilayah pesisir utara Kabupaten Bekasi, nyaris habis. Sebagian besar hutan yang terdapat di tiga kecamatan yaitu Tarumajaya, Babelan, dan Muara Gembong, itu telah beralih fungsi menjadi tambak. Kepala Dinas Pengendalian Dampak Lingkungan dan Pertambangan (DPDLP) Kabupaten Bekasi Bambang Sulaksana mengatakan mayoritas hutan mangrove rusak berat. “Terjadi penebangan besar-besaran,” kata Bambang dalam siaran pers yang diberikan kepada Tempo. Dinas Pengendalian mencatat, komposisi antara hutan mangrove dengan luas empang kini terbalik. Area hutan mangrove 45 tahun (1943) silam seluas 15.444.44 hektare, kini hanya 2.080 hektar. Sebaliknya luas tambak di tiga kecamatan pesisir pantai utara itu semakin luas. Area tambak 44 tahun lalu hanya 326,89 hektar kini meluas 10.729.06 hektar.

Hutan Mangrove Tugurejo Semarang Barat (sumber: Opojal.com)

Pada tahun 1939, DKI Jakarta memiliki Hutan Mangrove seluas 1.210 Ha (Backer, 1952). Saat ini Hutan Mangrove hanya tinggal seluas 99,82 Ha sebagai taman wisata alam di Angke, Kapuk. Awalnya areal ini 90% dalam keadaan rusak berat, tetapi pada akhir 2008 telah direhabilitasi dan ditanami kembali berbagai jenis Mangrove seluas 62 Ha. Hasil ini tidak dengan mudah dicapai, karena harus berhadapan dengan petambak liar yang memotong batang yang telah dewasa dan meracuninya, sebagaimana dikutip dari tulisan Harry Jusron, “Hutan Mangrove di Jakarta Merana” dalam artikel di Media Indonesia 21 Juni 2009.

Menurut Kepala Bidang Indikator Sistem Iptek di Kementerian Negara Riset dan Teknologi ini, Beberapa kali telah dilakukan penanaman mangrove dalam acara seremonial, tetapi setelah acara selesai, mangrove ditinggal merana sendiri tanpa penjagaan dan pemeliharaan, sehingga banyak yang mati diterjang ombak, tertutup sampah plastik atau dicabut orang. Seremoni ini adalah bukti kemunafikan terhadap lingkungan, menanam mangrove untuk popularitas, bukan karena cinta lingkungan.

Dalam artikel tersebut juga dijelaskan fungsi Hutan mangrove sangat berjasa untuk kehidupan pantai, akarnya dapat menyerap logam berat, mampu menahan abrasi dan intrusi air laut ke daratan, melambatkan arus pasang surut, menahan sedimentasi dari daratan dan tegakannya berfungsi sebagai penahan gelombang. Fungsi biologisnya antara lain sebagai sumber hara untuk kehidupan hayati laut, juga menjadi sumber pakan burung, mamalia dan reptil.

Mangrove menghasilkan oksigen lebih besar dibanding dengan tumbuhan darat, pemelihara iklim mikro dan pencegah keasaman tanah. Untuk anakan beberapa jenis ikan dan udang, hutan mangrove adalah tempat mengasuh, mencari makan dan pemijahan. Dari kulit kayu mangrove dapat dihasilkan tanin sebagai bahan pembuat tinta, plastik dan perekat. Hutan mangrove yang lebat akan menarik burung-burung untuk bersarang atau beristirahat, sehingga dapat menjadi areal wisata birdwatching.

Betapa banyak manfaat Hutan Mangrove bagi kehidupan manusia. Dan mencermati semakin berkurangnya areal hutan ini, kita semua akan didera kekhawatiran pada dampak ekologis yang kemungkinan timbul akibat reduksi kapasitas hutan mangrove di Indonesia. Intrusi air laut dan abrasi pantai akan semakin meluas serta gelombang laut akan semakin deras menerpa tanpa penahan hutan mangrove yang menghadang.

Burung Kuntul didepan hutan bakau Tugurejo (sumber: Opojal.com)

Langkah-langkah konstruktif dan aplikatif mesti segera digagas agar penyelamatan hutan mangrove di Indonesia dapat dilakukan. Upaya sosialisasi mesti dilaksanakan dengan melibatkan semua komponen masyarakat dan disaat yang sama aksi penanaman kembali lahan mangrove yang masih tersedia juga dilakukan secara simultan.

Mekanisme perizinan penggunaan lahan hutan Mangrove yang akan dialihfungsikan juga mesti dicermati secara seksama termasuk aplikasi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan menjadi pra-syarat pendukung selain tentu saja mempertimbangkan efek ekologis pada lingkungan sekitar ketika alihfungsi hutan mangrove dilaksanakan.

Pemberdayaan Eksistensi Hutan Mangrove sebagai wahana wisata perlu menjadi perhatian tersendiri. Saya tertarik pada posting disitus Opojal yang beberapa fotonya saya gunakan diblog ini mengenai wisata ke hutan bakau di Tugurejo yang terletak di Desa Tapak, Tugurejo, Semarang Barat. Sangat mengesankan membaca reportase petualangan menyusuri hutan bakau yang indah dan bukan tidak mungkin untuk diterapkan di daerah lain yang memiliki potensi serupa.Tak perlu jauh-jauh ke Semarang, saya berharap banyak bisa menikmati pesona hutan Mangrove di Babelan, Bekasi. Mendengar kicau burung bernyanyi yang hinggap didahan bakau, hamparan hijau di pesisir yang berpadu harmonis dengan birunya laut dan langit serta menyusuri rimbun mangrove yang teduh, sungguh merupakan sebuah sensasi tersendiri dan pasti melekat di sanubari.

Semoga di tahun hutan Internasional sekarang, kita bisa memberikan kontribusi terbaik pada hutan Mangrove kita. Menyadari betapa pentingnya memelihara ekosistem ini pada wilayah pesisir merupakan sebuah modal besar untuk kehidupan yang lebih baik di masa datang. Semoga.

Catatan:

Foto-foto diambil dari situs Opojal

FLASH FICTION : SEPERTI JANJIMU

Seperti Janjimu

Kita akan bertemu pada suatu tempat, seperti biasa, tanpa seorang pun yang tahu, bahkan suamimu sekalipun. Kita akan melepas rindu satu sama lain dan bercerita tentang banyak hal. Apa saja. Termasuk kelucuan Dita anakmu yang tak henti-hentinya membuatmu kewalahan pada aksi kocaknya yang atraktif. Kita akan tertawa lepas dan menganggap berkah hidup yang kita alami, sejatinya memang untuk kita. Bukan milik siapapun.

Seperti Janjimu

Kita akan selalu mengisahkan segenap perasaan dan keresahan yang kita alami pada kehidupan kita masing-masing. Kita berbagi beban dan menumbuhkan simpati satu sama lain. Tanpa Jarak.

Seperti Janjimu

Kebersamaan yang kita miliki tak terlerai. Tak terpisahkan hingga kapanpun.Siapapun tak bisa mencegahnya.

Bahkan suamimu dan suamiku sekalipun !

MENERBITKAN BUKU “NARSIS” DI NULISBUKU.COM

Hari ini adalah sebuah hari yang berbahagia buat saya, karena tepat di Hari Kesepuluh Bulan Januari 2011, buku saya yang merupakan kumpulan cerita Narsis atau Narasi Romantis berjudul “Balada Lelaki Petang Temaram dan Perempuan Kilau Rembulan” telah terbit dan mengorbit melalui situs “self publishing” pertama di Indonesia dan juga baru saja berhasil memenangkan “Best E-Commerce” Award dalam ajang Sparx Up Award 2010, Nulis Buku.

Konsep “Self Publishing” dengan sistem “POD atau Print On Demand” sesungguhnya bukanlah hal baru. Di Amerika, http://www.lulu.com dikenal sebagai salah satu perintis model penerbitan seperti ini. Di Indonesia, Nulisbuku.com merintis usaha serupa dan merupakan sebuah terobosan penting bagi dunia penerbitan di Indonesia.

Situs Nulis Buku yang memiliki tagline “Publish Your Dream” ini menjadi pilihan untuk menerbitkan kisah-kisah Narsis (Narasi Romantis) yang sebelumnya saya tayangkan di blog saya ini tentu dengan pertimbangan tersendiri.

Selain sebagai wujud dukungan moril saya terhadap “start up lokal” pada Nulisbuku yang dibangun oleh rekan-rekan sesama blogger (Ollie, dkk) , Saya ingin mencoba pengalaman baru menerbitkan buku secara self publishing dan memasarkannya secara online. Dengan potensi jaringan dunia maya yang saya miliki melalui modal potensil komunitas dan relasi virtual yang luas, saya memendam keyakinan bahwa model penerbitan self publishing melalui Print on Demand dengan pemasaran via online cukup berhasil untuk diterapkan.

Tak mudah memang, apalagi masyarakat kita secara psikologis belum memiliki kebiasaan melakukan transaksi online serta mempunyai “tradisi” membeli buku langsung di toko buku dan tidak menunggu untuk dicetak lalu dikirimkan ke alamat yang bersangkutan. Kesenjangan waktu transaksi dan  saat buku tiba ditangan pembeli kerap menjadi pertimbangan sang calon pembeli untuk memutuskan membeli buku. Belum lagi soal ongkos kirim yang berada diluar dari harga jual buku.  Kendala dan Tantangan inilah yang mesti saya hadapi dalam memasarkan buku ini.

Setelah membaca dengan seksama F.A.Q (Frequently Asked Question) pada situs nulis buku, saya lalu mendaftar kesana dan memulai melakukan kompilasi tulisan-tulisan Narsis saya di blog. Saya lalu menyalin naskah tersebut kedalam format “template” yang sudah disediakan oleh Nulisbuku disini, kemudian saya meminta bantuan sahabat saya di Makassar, Syaifullah Daeng Gassing yang juga Ketua Komunitas Blogger Makassar Angingmammiri yang piawai membuat dan mendesain materi promosi untuk membuatkan cover bukunya sesuai format yang sudah disiapkan oleh Nulisbuku. Tak lupa pula saya menyiapkan materi “contoh” buku (10 halaman pertama) yang akan saya upload bersamaan nanti dengan naskahnya.

Setelah semuanya komplit, saya lalu mengunggah naskah buku ke situs Nulisbuku.com. Yang menarik, kita bisa menentukan harga buku kita sendiri. Dengan skema harga jual buku: Ongkos Produksi + Royalti Penulis + Fee untuk Nulisbuku. Royalti untuk penulis lumayan besar yaitu 60% dan untuk Nulisbuku 40%. Ongkos produksi buku ditentukan berdasarkan jumlah halaman buku serta material kertasnya. Setelah input jumlah halaman buku dan jenis kertasnya, akan keluar harga ongkos produksi. Kita tinggal menentukan harga jual buku yang kita inginkan. Jika naskah sudah selesai diunggah, maka akan datang email konfirmasi dari pihak Nulisbuku.com.

Untuk keperluan “proofread” dan review, sebelum buku ini “Live” di pasaran, kita membeli satu buku dulu lewat Nulisbuku.com. Satu minggu kemudian, bukunya tiba. Bila memang sudah cocok dengan keinginan kita, maka konfirmasi “cetak” dan promosi sudah bisa kita kirim ke admin nulisbuku.com. Dan begitulah, buku kita pun sudah langsung dipajang di “etalase” Nulisbuku.com. Simple, cepat dan praktis.

Saat ini buku Narsis (Narasi Romantis) saya sudah bisa anda dapatkan dengan klik link ini. Tebal bukunya 149 halaman dan harganya Rp 46.500 (tidak termasuk ongkos kirim).  Untuk prosedur cara belanja buku di Nulisbuku.com bisa dilihat disini.

Beli buku saya ya? :))

YANG “MELENGKING” DARI BLOGWALKING (40)

1. Hanya Tiga Kata

Ya, cukup 3 kata untuk mendeskripsikan siapa anda atau kawan anda. Ini sebentuk media sosial gaya baru yang unik dengan menyajikan deskripsi mengesankan tentang seseorang dalam tiga kata. Silahkan daftar di situs ini dan boleh anda lihat contohnya pada situs saya.

2. Kompetisi Network oleh VHRMedia

Untuk mendorong kepedulian netizen Indonesia terhadap masalah-masalah strategis Indonesia, VHRmedia menggelar rangkaian kegiatan yang diberi nama NET.WORK (NETizen – Writing contest – Offline gathering – Report
from the field – Key-worth).

Writing contestnya berjudul BeatBlog, lomba posting blog bertema lingkungan

Hadiahnya menggiurkan :

Juara Pertama: 1 (satu) unit Blackberry + uang tunai Rp 5 juta.
Juara Kedua: 1 (satu) unit Blackberry + uang tunai Rp 3 juta.
Juara Ketiga: 1 (satu) unit Blackberry + uang tunai Rp 1,5 juta.

Dan 17 postingan terbaik dan masuk dalam nominasi, akan mendapatkan
hadiah hiburan masing-masing Rp 500 ribu serta tulisannya diterbitkan
dalam buku “Blogger Bicara Lingkungan”.

Juri lomba ini adalah: Happy Salma, IGG Maha Adhi dan FX Rudy Gunawan. Pendaftaran tulisan dibuka tanggal 5 Januari 2011 dan ditutup tanggal 15 Februari 2011.
Pendaftaran dilakukan secara online di http://network.vhrmedia.com/

3. 10 Film Spektakuler Hollywood 2011

Ini adalah tulisan saya di Yahoo OMG Indonesia yang saya posting tanggal 4 Januari 2011 lalu dan pada saat posting ini saya tulis sudah menuai  534 komentar. Luar biasa. Selama karir saya ngeblog sejak tahun 2002, baru kali ini tulisan saya dikomentari sebanyak ini. Terimakasih untuk Yahoo Indonesia!.

4. Yuk Ikut Workshop Online Penyuntingan/Editing Naskah di Blogfam!

Setelah berhasil menggelar workshop online penulisan cerita anak, Komunitas Blogger Blogfam mengadakan kegiatan workshop berikutnya yakni Workshop online penyuntingan/editing naskah. Mau ikut? Baca aturannya disini


PURNAMA DI MATA ARIMBI

LETNAN Dua Aryo Bimo memandang batu nisan didepannya dengan kepedihan tiada tara. Dibacanya berulang-ulang nama yang tertera disana dengan nada pilu. Arimbi Wulansari, bibirnya bergetar menyebut kekasih tercintanya itu penuh kerinduan yang teramat dalam. Seketika, pelupuk matanya basah, entah untuk kesekian kalinya dia menangis. Daun-daun kamboja yang menaungi makam Arimbi berguguran diterpa angin senja yang cukup kencang bertiup saat itu. Aryo menyeka air matanya perlahan dengan punggung tangan. “Tentara sebaiknya tidak boleh menangis,” terngiang jelas ucapan Arimbi didinding telinganya sesaat sebelum menaiki kapal yang akan membawanya ke Aceh 6 bulan lalu.

Ia teringat saat itu, sembari tersenyum, Arimbi menyodorkan sapu tangan warna biru kepadanya untuk membasuh linangan air mata dipipinya yang kemudian diterimanya dengan rikuh. Spontan Aryo meraba kantongnya. Saputangan biru itu masih ada disana, tersimpan rapi, supaya “Kalau menangis lagi, tidak perlu menungguku menyodorkannya. Jadi simpan saja buatmu, Mas. Tapi aku tak berharap kamu menggunakannya lagi untuk hal yang sama” demikian ucap Arimbi waktu itu saat Aryo mengembalikan saputangan tersebut. Mendadak keharuan membuncah didada perwira muda itu, lalu pelan tapi pasti menyeret kenangan indah bersama Arimbi kembali…

—***—

“Jangan memandangku terus-terusan kayak gitu dong Mas Letnan. Malu aku,” kata Arimbi seraya mencubit mesra lengan Aryo, kekasihnya, suatu malam disalah satu sudut warung makan lesehan saat keduanya tengah menyantap hidangan seafood. Pipi gadis itu memerah.

“Matamu itu, Bi. Indah sekali seperti bulan purnama dimalam hari. Bulat bundar penuh pesona dan setiap kerjapnya membuatku hatiku tergetar setiap kali memandangnya,” sahut Aryo sambil meraih jemari Arimbi dan menggenggamnya dengan lembut.

“Gombal !. Aku laporin ke komandanmu nanti lho !,” timpal Arimbi yang kemudian mendaratkan cubitan lebih keras lagi dan bertubi-tubi ke lengan Aryo yang kemudian mengaduh kesakitan seraya memasang mimik lucu.

“Ampuuun..tuan putri Arimbi, hamba menyerah kalah,” kata Aryo pasrah mengangkat tangan. Mereka lalu tertawa renyah.

Pertemuan Aryo dengan Arimbi, gadis bermata purnama itu terjadi tanpa sengaja. Bermula ketika Aryo yang melintas dengan sepeda motor selepas mengawasi piket jaga disuatu siang yang terik, menemukan seorang gadis cantik kebingungan memandangi ban kempes didepan mobil Toyota Starlet birunya yang menghadang tepat didepan jalan. Aryo menepikan motornya dan menyapa gadis itu.

“Ada masalah apa, Dik ?”, sapa Aryo ramah.

“Ini Mas, ban mobilku kempes, aku…aku..tidak begitu mengerti cara mengganti dengan ban cadangan. Bisa tolong aku Mas ?”, sahut gadis itu dengan gugup dan raut wajah cemas.

“Ada ban penggantinya kandi bagasi ?” Tanya Aryo sambil menyingsingkan lengan baju seragam lorengnya. Gadis itu mengangguk. Terlihat peluh mengucur didahinya dan mengalir melalui jenjang lehernya yang putih. Namun hatinya mulai tenang mendapat bantuan spontan dari sang perwira muda.

Dengan sigap Aryo mengganti ban mobil gadis itu dengan ban pengganti dari dalam bagasi.

“OK, sudah selesai !”, kata Aryo beberapa saat kemudian sambil mengibas-ngibaskan celana hijau lorengnya dari debu jalan setelah bangkit dari bawah mobil melepas dongkrak. Bulir-bulir keringat terlihat didahinya.

“Terimakasih Mas, ini ada air kalau mau minum atau cuci tangan,” kata gadis itu menyodorkan sebotol air mineral. Aryo menerimanya kemudian meneguk minuman tersebut dan sisanya dipakai mencuci tangan.

Ups..habis nih,” ucap Aryo sambil memperlihatkan botol air mineral itu ke arah sang Gadis dengan pandangan mata bersalah.

“Nggak apa-apa koq. Nanti bisa beli lagi . O,ya..ngomong-ngomong, sebagai rasa terimakasih, boleh nggak aku ajak Mas makan bakso di warung sebelah sana ?”, ujar gadis itu menawarkan.

“Terimakasih dik, tapi saya mesti kembali ke Markas,” kilah Aryo.

“Tolong dong Mas, aku nggak tahu bagaimana mengungkapkan rasa terimakasih pada anda. Sekali ini saja. Toh kita hanya makan semangkok bakso dan tidak perlu sampai menghabiskan waktu seharian. Nanti kalau komandannya marah, biar aku aja deh yang hadapi. Mau kan’ ?,” gadis itu merajuk manja. Aryo tertawa renyah ia tak kuasa menolak tawaran gadis manis itu.

“Baiklah, tapi aku parkir motor dulu ya ? Kamu tunggu aja duluan disana,” kata Aryo sambil berjalan ke arah motornya.

Pertemuan siang itu kemudian menjadi awal dari pertemuan demi pertemuan selanjutnya. Gadis itu, Arimbi Wulansari, , mahasiswa tingkat tiga sebuah universitas negeri dan puteri seorang pengusaha terkenal yang berdomisili dekat dari Markas Aryo. Jalinan kasih keduanya terjalin indah sampai kemudian saat menikmati senja yang indah dipantai, Aryo mengungkapkan berita yang cukup mengagetkan sekaligus menggelisahkan.

“Bi, mulai bulan depan aku akan dipindahkan tugas ke Aceh,” kata Aryo hati-hati dengan tenggorokan tercekat. Ekspresi bahagia Arimbi mendadak berubah. Raut mukanya terlihat tegang.

“Keputusan itu mendadak sekali. Baru tadi pagi saat kami briefieng di Markas. Tapi cuma enam bulan saja koq, sesudah itu balik lagi kesini sekalian melamarmu menjadi istriku,” imbuh Aryo sambil mengelus rambut kekasih tercintanya dengan lembut.

“Tapi itu cukup lama buatku,” sahut Arimbi sambil menatap hampa pada garis batas cakrawala merah saga di ujung laut. Mentari mulai beranjak ke peraduan. Ombak berdebur halus menghempas bibir pantai.

Aryo menghela nafas panjang. Ada beban menghimpit dadanya.

“Ini sudah menjadi resiko tugas sebagai aparat negara, Bi. Dan aku kira kamupun sudah siap menerima ini ketika kita menyatakan komitmen untuk menjadi calon pasangan suami isteri tempo hari. Cepat atau lambat, aku pasti akan menerima penugasan penuh resiko seperti sekarang,” kata Aryo menjelaskan. Arimbi terdiam, ia menunduk, menekuri butir-butir pasir di pantai. Pelupuk matanya mulai basah.

Aryo meraih bahu kekasihnya itu dan memeluknya erat-erat. Semilir angin senja menggeraikan rambut Arimbi.

“Tapi tidak secepat ini, Mas. Aku tak ingin kehilangan kamu,” isak Arimbi lirih. Aryo kembali mengelus lembut rambut kekasihnya.

“Aku pasti akan kembali kepadamu, Bi. Sepotong hatiku sudah ada padamu. Pijar mata purnamamu senantiasa akan mendampingiku selama disana Pada saatnya nanti setelah aku pulang dari Aceh, kita menikah membangun mahligai rumah tangga yang bahagia dan kamu kelak melahirkan anak-anak kita yang lucu.. Percayalah Bi, aku tidak akan tertembak oleh GAM dan pulang kembali padamu dalam keadaan sehat wal-afiat, “ hibur Aryo sambil mencoba berseloroh. Arimbi mencubit perut Aryo pelan. Perasaannya melambung dan membayangkan pesta perkawinannya nanti setelah Aryo pulang dari penugasannya di Aceh.

—***—

Arimbi memandang sosok lelaki pujaannya itu diatas geladak kapal yang akan membawanya ke Aceh. Dadanya terasa sesak oleh keharuan yang tiba-tiba menyentak. Dia begitu tampan dengan seragam militernya. Aku tak akan memperlihatkan tangisku didepannya karena aku tidak ingin terlihat rapuh menjelang dia pergi, Arimbi membatin dengan getir. Ia melihat, Aryo melambaikan tangan kearahnya sambil mengucapkan kalimat tanpa suara, Tunggu ya..aku akan kembali kepadamu. Arimbi yang dapat membaca bahasa bibir Aryo kemudian mengangguk. Ia balas melambaikan tangan kearah kekasihnya.

Peluit panjang kapal perang KRI.Teluk Limau bergema kencang. Tambang kapal sudah dilepas dan perlahan lambung kapal itu bergerak menjauhi pelabuhan. Sosok Aryo makin lama makin mengecil. Tapi dia masih disitu, diatas geladak kapal dan terus melambaikan tangan. Arimbi menggigit bibir, ia tak kuasa menahan air matanya yang mulai jatuh bergulir disela-sela pipinya. Aryo, sepotong hatimu ada padaku,seperti sepotong hatiku pula kamu bawa bersamamu, ucapnya dalam hati.

—***—

Aryo baru saja menyalakan handphonenya pada Minggu pagi 26 Desember 2004. Gempa dashyat yang baru saja melanda Aceh. Setelah 4 bulan berada dimedan penugasan itu, tugas mendadak muncul sebagai sukarelawan membantu korban gempa yang berada disekitar markasnya. Atas pertimbangan kesibukan menjalankan tugas tersebut, ia memutuskan tidak menerima panggilan telepon lebih dulu dengan menon-aktifkan handphonenya. Dengan perasaan bingung, ia melihat sejumlah missed call dari Arimbi. Aryo baru saja mencoba menghubungi kembali Arimbi ketika ia dikejutkan oleh dering keras handphonenya .

“Aryo, ini Bunda, ibu Arimbi”, terdengar suara diseberang sana dengan nada panik.

“Ya, Bunda. Ada apa ? Tumben telepon pagi-pagi”, sahut Aryo mengenali suara calon mertuanya itu.

“Arimbi ada disana sekarang”

“Hah ? Disini ? Di Aceh ? Mau apa dia kesini Bunda ?”, Aryo kaget, hampir saja handphonenya terjatuh. Informasi tadi seperti membuat jantungnya copot seketika. Kecemasan mulai melanda hatinya apalagi melihat kenyataan gempa dashyat baru saja terjadi di ibukota serambi Mekkah itu.

“Ya, dia berangkat tadi malam dengan pesawat terakhir ke Aceh. Katanya kangen sama kamu dan minta Bunda merahasiakan kepergiannya kesana untuk menengokmu sehari saja dan kembali lagi ke Jakarta dengan pesawat sore ini. Arimbi mau bikin kejutan besar untuk kamu. Tapi pagi ini perasaan Bunda tidak enak dan semalaman bunda tidak bisa tidur, seperti akan terjadi sesuatu padanya. Tolong kamu cari dan temui dia secepatnya ya ?”tutur Ibu Arimbi.

Aryo terdiam dan tidak menyangka Arimbi berani melakukan kejutan penuh resiko seperti itu. Ia sengaja tidak menceritakan gempa besar yang baru saja terjadi di Aceh kepada calon mertuanya itu yang mungkin saja belum tahu, untuk meredam kecemasan lebih lanjut.

“Dia ada dimana sekarang Bunda ?”

Bunda menyebutkan salah satu nama hotel tidak jauh dari Markas Aryo saat ini.

“Baik, aku segera menyusulnya sekarang. Nanti aku kabari setelah ketemu, Bunda,” kata Aryo dan setelah memutuskan hubungan telepon segera berlari menuju motornya.

Baru saja ia menstarter motor, tiba-tiba terdengar kepanikan luar biasa. Aryo menoleh, dan terlihat serombongan orang berlari-lari kearahnya sambil berteriak histeris.

“Air..air…air !!..Cepat lari selamatkan diri!!”

Kengerian tiba-tiba menyeruak dalam dadanya saat menyaksikan dinding air setinggi pohon kelapa menuju kearahnya dengan kecepatan tak terduga. Aryo berlari sekencang-kencangnya, dalam fikirannya, ia harus menuju ke hotel tempat Arimbi menginap dan menyelamatkannya dari bencana tersebut. Namun, akhirnya ia tak kuasa ketika gelombang air tsunami itu menggulung tubuhnya lalu memutarnyadengan dashyat. Meluluh lantakkan semua yang dilaluinya. Tanpa kecuali. Seketika ia tidak ingat apa-apa lagi.

—***—

Aryo membuka mata dan melihat sekeliling ruangan yang serba putih. Pandangannya kabur dan samar-samar ia melihat kaki kirinya digips dan digantung.

“Alhamdulillah, dia sudah sadar,” ia mendengar suara yang begitu dikenalnya.

“Ayah ?” , kata Aryo lirih. Kesadarannya perlahan mulai pulih.

“Ya, ini ayah nak,” sahut lelaki tua itu seraya membelai rambutnya.

“Mana Arimbi ayah ? Mana dia ?”, tanya Aryo penasaran. Ia mencoba menggerakkan tubuhnya untuk bangkit tapi segera ditahan oleh beberapa orang perawat. Sekujur tubuhnya terasa sakit.

“Tenang nak. Kamu baru saja sadar dari koma selama 2 hari. Tim penolong menemukanmu tersangkut di sebuah pohon dengan kaki patah setelah tsunami sekitar 2 kilometer dari Markasmu. Kami lalu berinisiatif membawamu pulang kembali dan merawatmu di Jakarta. Syukurlah kamu selamat dari bencana ini dan sekarang sudah sadar,” tutur ayahnya pelan.

“Tapi dimana Arimbi ayah ? Dimana dia ?”, teriak Aryo putus asa.

Lelaki tua itu menghela nafas panjang, ada beban berat menghimpit dadanya saat itu. Aryo menatap lelaki tua itu penuh harap.

“Nanti saja Ayah ceritakan. Kamu perlu banyak istirahat. Ingat, hari ini kamu baru saja sadar dari koma. Butuh waktu yang tidak singkat untuk memulihkan kesehatanmu,” sahut ayahnya pelan. Aryo mendengus kecewa.

“Dia datang menjengukku ke Aceh, Ayah. Untuk aku. Tolong ceritakan bagaimana nasibnya. Sepahit apapun aku siap menerimanya. Tolong ayah,” kata Aryo sambil mencoba meraih tangan ayahnya. Suaranya terdengar putus asa. Ayahnya menelan ludah, mengumpulkan segenap keberanian dalam batinnya. Ia menggenggam jemari Aryo dengan erat, mengalirkan kekuatan. Dipandangnya salah seorang perawat di dekat pembaringan Aryo meminta persetujuan. Suster tersebut hanya mengangkat bahu dan sepertinya menyerahkan keputusan kepada ayah sang pasien sendiri.

“Baiklah, nak. Tentang Arimbi, calon istrimu,…dia..tewas dalam musibah dashyat ini. Jenazahnya ditemukan didepan hotel tempat ia menginap. Tampaknya dia baru saja bermaksud menuju ke markasmu pagi itu. Jenazahnya dibawa ke Jakarta bersamamu 2 hari yang lalu dan sudah dimakamkan,” Ayah Aryo menuturkan kisah tragis itu dengan kalimat terbata-bata. Kesedihan teramat dalam terpancar diwajah Purnawirawan Kolonel itu.

Aryo terdiam. Batinnya begitu terguncang mendengar berita tersebut. Arimbi, kekasih belahan hatinya telah pergi untuk selamanya. Ia datang ke Aceh untuk menjenguknya namun sekaligus menjemput kematiannya sendiri. Mendadak timbul rasa penyesalan teramat dalam di hati Aryo tidak menyalakan handphone ketika bencana gempa terjadi sebelum gelombang tsunami dashyat melanda. Arimbi telah berusaha menghubunginya berulang kali saat itu namun gagal. Ia mungkin saja masih bisa menyelamatkan nyawa kekasihnya apalagi mengingat jarak antara hotel Arimbi dan Markasnya tidak terlalu jauh. Perlahan pelupuk mata Aryo basah, genggaman jemari ayahnya makin erat.

“Tabahkan hatimu, nak. Doakan semoga Arimbi mendapat tempat yang layak disisiNya,” ujar ayahnya lirih. Aryo tak menjawab. Sembari menggigit bibir, menahan keharuan yang menyesak dada, Ia lalu menoleh keluar ke arah jendela kamar tempat ia dirawat. Gerimis mulai turun, menghantam kacadengan lembut dan menyisakan jejak buram. Arimbi, sekeping hatiku telah kaubawa bersamamu, desis Aryo perlahan.

—***—

Aryo mengusap batu nisan Arimbi dengan lembut, seakan mengelus kembali rambut kekasihnya yang panjang menggerai. Malam mulai turun di kompleks pemakaman itu. Bulan purnama muncul malu-malu dibalik langit. Aryo lalu mengeluarkan saputangan biru pemberian Arimbi.

Terngiang kembali ucapan Arimbi saat menyerahkan saputangan tersebut kepadanya, “Kalau menangis lagi, tidak perlu menungguku menyodorkannya. Jadi simpan saja buatmu, Mas. Tapi aku tak berharap kamu menggunakannya lagi untuk hal yang sama”. Aryo mencium saputangan itu dengan penuh perasaan dan merasakan kehadiran kekasihnya didekatnya.

Wangi parfum kesayangan Arimbi tercium sangat lekat. Aryo tersenyum dan memandang langit. Disana, dalam redup lembut cahaya bulan, ia melihat mata purnama Arimbi berpijar. “Aku tak akan menangis lagi Arimbi karena dalam setiap purnama, kamu akan selalu hadir memandangku penuh rindu dengan mata indahmu”, bisik Aryo lirih ke pusara sang kekasih. Dingin malam mulai mendekap, desau angin dipemakaman mulai terasa menggigilkan tubuh, namun kehangatan cahaya bulan mengalir ke sekujur tubuh perwira muda itu.

Aryo bangkit dengan hati-hati dan dengan langkah tertatih sembari menggunakan kruk, ia berjalan meninggalkan kompleks pemakaman itu. Ditatapnya sekali lagi pusara Arimbi dan berdesis pelan, “aku akan menyimpan pijar purnama matamu dihatiku, Arimbi”.

Sumber Foto


FLASH FICTION : DALAM PENANTIAN

Baginya menanti adalah niscaya.

Karena hidup itu sendiri adalah bagian dari sebuah proses menunggu. Begitu asumsi yang terbangun pada benak wanita yang berdiri tegak kaku di pinggir pantai dengan rambut tergerai dan menari-nari liar di tiup angin. Pandangannya kosong menatap nanar ke depan. Pada samudera luas yang membentang dengan riak ombak mengalun tenang dan biru lautnya terhampar tanpa batas. Kaki telanjang wanita ini terpacak mantap pada pasir, menyangga tubuhnya yang kurus.  Tak bergerak.

Baginya menanti adalah niscaya.

Karena pada akhirnya lelaki yang dinantinya akan pulang, dari sini, tempatnya berangkat dulu. Aku selalu menyaksikan perempuan itu berdiri di pinggir pantai, setiap petang dan menatap ke arah laut lepas. Menanti.

“Aku menunggu lelakiku, jangan ganggu,” katanya selalu, saat aku mengajaknya pulang dan menerima kenyataan bahwa lelaki yang dinantikannya tidak akan pernah kembali, seperti harapannya.

“Boleh kutemani?,” kataku hati-hati dengan nada seramah mungkin, suatu ketika. Ia menoleh sejenak, menatapku, lalu mengangguk pelan.  Aku berdiri disampingnya, memandang laut, melihat camar melayang di udara, matahari senja beranjak ke peraduan menyisakan jejak merah jingga dan tentu saja, menikmati sensasi penantian bersamanya.

“Dia akan pulang. Begitu janjinya,” gumam wanita itu, entah untuk siapa.

Aku mengangguk. “Ya. Dia akan pulang buatmu”

Wanita itu tersenyum samar.

Bagiku menanti adalah niscaya.

Karena aku yakin wanita itu akan datang lagi di tempat ini, memandang laut seperti yang aku lakukan sekarang dan pernah kami lakukan bersama. Aku akan menunggu, sebagaimana ia telah menanti..